LAPORAN
BACAAN
OLEH :
INDRI
YULIANA
1005113104
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
RIAU
PEKANBARU
2010
A. IDENTITAS
BUKU
Judul : Ikhtisar Kesusasatraan
Indonesia Modern
Nama pengarang : Pamusuk Eneste
Penerbit : Djambatan
Tahun terbit : 1988
Jumlah halaman : VIII + 190 halaman
Warna cover : Biru
B. LAPORAN
BACAAN
Seperti judul buku ini “ Ikhtisar
Kesusastraan Indonesia Modern “ maka disini akan dijelaskan sejarah
kesusastraan itu lahir atau terbentuk. Pada bab pertama buku ini menjelaskan
kapan kesusastraan Indonesia itu lahir melalui 3 versi. Umar Junus
berpendapat.sastra ada sesudah bahasa ada. “ sastra X ada sesudah bahasa X
ada”. Dan karna bahasa Indonesia baru ada tahun1928 ( dengan adanya sumpah
pemuda ), maka Umarpun berpendapat kesusastraan itu lahir pada tanggal 28
oktober 1928. Dan karya sastra yang terbit sebelum tahun 1928 tidaklah dapat
digolongkan sebagai hasil satra Indonesia, melainkan hanya sebagai hasil sastra
melayu saja.
Pendapat Umar itu tidak disetujui
oleh Ajip Rosidi, karena menurut Ajip bahasa tidak bisa dijadikan patokan
sebagai kapan sastra itu ada. Karena, sebelum bahasa diakui secara resmi
tentulah bahasa itu sudah ada dan digunakan sudah digunakan orang. Menurut Ajip
yang seharusnya dijadikan patokan adalah kesadaran kebangsaan. Berdasarkan
kasadaran kebangsaan inilah Ajip menetapkan lahirnya kasusastraan Indonesia itu
tahun 1920/1921 atau tahun 1922. Karena pada tahun itu para pemuda Indonesia
seperti Muhammad Yamin,Sanusi Pane, dan lain-lain. Yang sifatnya tegas berbeda
dangan sastra melayu.
A.Teeuw berpendapat beda lagi,
tetapi tahunnya hampir sama dengan Ajip yaitu tahun 1920. Katanya pada ketika
itulah para pemuda indonesia untuk pertama kali mulai menyatakan perasaan dan
ide yang terdapat pada masyarakat setempat yang tradisional dan menuangkannya
dalam bentuk sastra. Dan pada tahun itulah para pemuda menulis puisi baru
Indonesia.
Dan ada juga pendapat
kesusastraan indonesia lahir pada tahun 1920 karena pada tahun inilah terbit
novel Mirari Siregar yang berjudul Ajab dan Sensara.
***
Kesusastraan Indonesia Modern
tidak bisa dilepaskan dari balai pustaka seperti balai pustaka tidak bisa pula
dilepaskan dari pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1908 pemerintah
kolonial mendirikan Komisi untuk Bacaan Sekolah Pribumi dan Bacaan Rakyat yang
ditujukan untuk memerangi bacaan liar yang banyak beredar pada awal abad ke-20
dan juga untuk memerangi penyebaran ideologi tertentu. Karena tugas komisi tadi
terlalu banyak, pada tahun 1917 pemerintah kolonial Belanda mendirikan Kantor
bacaan rakyat yang diberi nama Balai Pustaka.
Balai Pustaka banyak berperan, ditandai
dengan adanya novel-novel awal sastra Indonesia yang banyak diterbitkan oleh
balai pustaka. Zaman keemasan Balai Pustaka adalah sekitar tahun 1948 hingga
pertengahan tahun 50-an, yakni ketika balai pustaka dipimpin oleh
K.St.Pamoentjak. pada tahun-tahun ini balai pustaka kembali mendominasi
penerbitan buku-buku sastra yang sempat menurun pada masa pemerintahan Jepang
karana balai pustaka menjadi organ pemerintahan Jepang.
“Angkatan Balai Pustaka “,
istilah ini muncul di tunjukan pada pengarang-pengarang yang menerbitkan
karyanya melalui Balai Pustaka pada tahun20-an. Diantara pengarangnya yaitu
Mirari Siregar dengan novelnya Ajab dan Sengsara, Merah Rusli dengan Siti
Nurbayanya, Abdul Muis dengan asuhannya, dan banyak lagi. Dimana ciri-ciri
hasil karangannya nemceritakan kawin paksa.
***
Buku ini juga menjelaskan juga
mengenai Majalah Kebudayaan di Indonesia. Sejarah kesusastraan Indonesia modern
justru ditandai dengan timbul tenggelamnya sejumlah majalah kebudayaan
Indonesia. Tahun 30-an kita hanya mengenal majalah Pujangga Baru yang didirikan
oleh S.Takdir Alisjahbana. Yang terbit pertama kali bulan juli 1933. Karena
banyaknya pengarang Indonesia yang mengirimkan karyanya ke majalah Pujangga
Baru dan karena arah sastra banyak ditantukan oleh majalah ini, maka
pengarang-pengarang itu dianggap sebagai suatu kelompok pengarang dengan corak
tertentu dan diberi nama “Angkatan Pujangga Baru”. Diantara para pengarang
pujangga baru yaitu Armijn Pane, Amir Hamzah, Sanusi Pane dan banyak lagi.
S.Takdir A. Terkenal juga dengan novel layar terkembangnya.
***
Masih ada pengarang angkatan
pujangga baru yang perlu kita ketahui. Pengarang itu ialah Amir Hamzah yang
oleh H.B. Jassin dijuluki “ raja penyair pujaga baru”, yang secara kebetulan
S.T.Alisjahbana, Armijn Pane, dan Amir Hamzah adalah tiga serangkai pandiri
majalah Pujagga Baru pada tahun 1933. Salah satu sajak Amir Hamzah yang
terkenal ialah “Padamu Jua” bunyinya seperti:
PADAMU JUA
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jedela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Serba setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Ridu rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati...
Itulah sepenggalan dari puisi
Amir Hamzah.
Pada tahun 40-an tokoh sentral
yang muncul dalam sastra Indonesia adalah Chairil Anwar. Chairil mulai
mengumumkan sajak-sajaknya tahun1942. Ia dilahirkan 26 Juli 1922 di Medan. Dan
meninggal 28 April 1949 di Jakarta. Bersama rekannya Chairil mendirikan
“Gelanggang Seniman Merdeka”. Salah satu sajak Chairil Anwar adalah:
AKU
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kuliku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisakubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Karya inlah yang menjadikan
Chairil disebut “ penyair binatang jalang “. Hasil karya Chairil inilah yang
berbuda baik bentuk maupun isinya dari puisi-puisi yang ditulis oleh penyair
lainnya. “kebaruan” dalam persajakan inilah yang menyebabkan H.B. Jassin
menyebutkan bahwa angkatan 45 dalam kesusastraan Indonesia dipelopori oleh
Chairil Anwar.
Banyak panyair yan manolak
kebaruan ini, seperti S.T. Alisjahbana menolak perbedaan angkatan-angkatan
sebelum dan sesudah perang. Kelompok Lekra pun ikut menyerang Chairil dan
mengatakan sajak-sajak Chairil tidaklah sajak angkatan 45 menurut isinya. Tak kurang
Bakri Siregar ( ketua sastra Lekra) memgatakan” badan Chairil segar bugar dan
air matanya buaya, pada matinya memang badan Chairil remuk, tetapi justru tadak
ber- Tuhan,meski di kubur secara islam.
Ternyata mereka tidak bisa
membendung kebebasan Chairil. Sejarah membuktikan bahwa ia penyair besar
Indonesia. Ternyata Chairil sendiri sudah memikirkan apa yang sudah terjadi. Ia
berkata:
1. “ Nanti
kalau Aku sudah meninggal, mereka akan mengerti. Meraka akan memujaku, meraka
akan mematungkan diriku”.
2. “ Orang
selalu salah sangka, tapi meraka akan menyesaldi hari kemudian, karnaku sanggup
membuktikan bahwa karyaku ini berharga tinggi”.
***
Sekarang
kita membicarakan sebuah pernyataan sikap yang terkenal dengan sebutan “ surat
kepercayaan gelanggang”(SKG). SKG itu sendiri adalah bentuk pernyataan sikap
yang didirikan 19 November 1945 di Jakarta ( sewaktu Chairil masih hidup). Di
dalam “Gelanggang Seniman Merdeka” tergabung penngarang dan pelukis Indonesia.
Seperti Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin, Sitor sitomorang dan lain lai.
Gelangang diambil dari nama ruplik kebudayaan majalah kebudayaan Siasat. Rubrik
ini diisi oleh Chairil Anwar. Asrul Sani, dan Rivai Apin. SKG itu sendiri
diasuh oleh Asrul sani tanggal 18 Februari 1950, akan tetapi diumumkan tangal 23
Oktober 1950 di majalah Siasat. Dengan kata lain SKG dibuat dan diumumkan
setalah Chairil Anwar meninggal dunia. SKG itu menceritakan tentang bagaimana
wujud pernyataan hati dan pikiran para seniman. Meraka memikirkan suatu
penghidupan kebudayaan baru yang sehat, yang mengetahui adanya keterkaitan
antara masyarakat dan seniman.
Kelompok
seniman dan budayawan yang tidak setuju dengan SKG ini dikenal dengan Kelompok
Kebudayaan Rakyat (Lekra). Yang kemudian kita tahu berkiblat kepada partai
komunis Indonesia (PKI). Seluk beluk lekra yaitu:
1. Disamping
sebagai organisasi kebudayaan, lekra juga dapat dianggap sebagai koriksi
terhadap surat kepercayaan gelangang.
2. Lekra,
terutama setelah dekrit presiden 1959, banyak mewarnai kehidupan kebudayaan di
Indonesia, termasuk sastra Indonesia.
3. Lekra
masih ada kaitanyya dengan lahirnya manifes kebudayaan tahun 1963 dan kemudian
masih ada hubunganna dengan lahirnya Angkatan 66 dalam sastra Indonesia.
Lekra
bekerja khusus di lapangan kebudayaan, dan untuk masa ini terutama lapangan
kesenian dan ilmu, lekra menghimpun tanaga dan kegiatan seniman-senimanya,
sarjana-sarjana pekerja-pekerja kebudayan lainnya. Lekra mengajak
pekerja-pekarja kebudayaannya untuk dengan sadar mengapdikan daya-cipta, untuk
kemajuan Indonesia.
Meskpun
jelas bahwa lekra berorientasi pada pihak komunis, banyak juga
pengarang-pengarang Indonesia terjebak masuk kedalamnya. Lekra memang sering
memberikan fasilitas kepada pengarang-pengarang Indonesia, misalnya menjadi
sponsor pengiriman pengarang keluar negri.
***
Pada
tahun 50-an muncul sejumlah pengarang Indonesia yang tidak lazim lagi
digolongkan pada angkatan 45, sehingga digolongkan pada angkatan 50, ciri-ciri
hasil karangan ini berupa cerpen dan beberapa sajak-sajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar